Warga yang berada di kawasan Siteba, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang, menggelar lomba Malamang dan Marandang dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 Hijriah. Acara ini diselenggarakan oleh pengurus Masjid Raya Almunawarah di daerah itu, Jumat (29/7/2022).
Uniknya, dalam lomba ini yang membuat Lamang dilakukan oleh kaum ibu-ibu, sedangkan sementara kaum pria Marandang. Seperti dilansir dari topsatu.com, Ketua pelaksana kegiatan menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1444 H di Masjid Raya Almunawarah Johny Nurdin menjelaskan, kegiatan lomba Malamang bagi ibu-ibu dan Marandang bagi bapak-bapak lebih untuk melestarikan kuliner khas dari Minangkabau.
“Peserta Malamang dan Marandang ini melibatkan 6 RW yang ada di sekitar Masjid Raya Al Munawarah, Siteba Padang. Kegiatan ini melibatkan kawula muda, yang bertujuan melestarikan masakan khas dari Minangkabau, dengan regenerasi cara memasak masakan ini,” ungkap Johni.
Lebih lanjut Johny Nurdin menjelaskan, lomba merandang dan melamang ini pertama kali diadakan di mesjid dalam perayaan 1 Muharram 1444 H. Ia berharap, lomba seperti ini juga di buat oleh mesjid-mesjid lain yang ada di Kota Padang.
“Menurut saya, lomba ini baru pertama kali diadakan oleh pengurus mesjid yang ada di Kota Padang. Kalo lomba melamang dan merandang yang dibuat pemerintah tentu sudah banyak,” tambahnya.
Dalam lomba merandang dan melamang ini, Johny Nurdin menjelaskan tidak mencari pemenang. Namun bertujuan untuk menciptakan kebersamaan antar rukun warga yang ada di lingkungan Masjid Raya Al-Munawarah, Siteba, Padang. “Kita tidak mencari pemenang dalam lomba ini. Melainkan memupuk rasa kebersamaan warga saja,” kata dia.
Malamang memupuk rasa kebersamaan
Keunikan malamang ini adalah caranya yang masih tradisional dan dipertahankan hingga kini oleh masyarakat Minang. Campuran beras ketan dan santan yang telah dimasukkan ke dalam bambu tersebut dibakar di atas bara api. Proses pembakaran lamang ini menggunakan kayu bakar sehingga masih tradisional.
Proses memasak ini membutuhkan waktu kurang lebih dua jam. Warga Minang biasanya memasak lamang pada dua atau tiga hari menjelang Ramadhan, dan menjelang Lebaran. Malamang bukan hanya kegiatan masak memasak semata. Lebih dari itu, ada nilai kebersamaan di dalam proses malamang ini.
Yusuf & Toet dalam bukunya Indonesia Punya Cerita (2012), menuliskan bahwa tradisi malamang memupuk rasa kebersamaan antar warga. Sebab, tradisi Minangkabau tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang saja dari mulai mempersiapkan bahan hingga lamang siap makan. Karenanya, butuh beberapa orang dalam tradisi malamang yang bekerja sama.
Ada warga yang bertugas mencari bambu sebagai tempat adonan ketan, mencari kayu bakar, mempersiapkan bahan masak seperti ketan, daun pisang, santan, dan lainnya. Selain itu, ada warga yang bertugas mempersiapkan adonan sekaligus memasukkan adonan ketan ke dalam bambu. Dengan kerja sama di antara beberapa orang, maka malamang akan terasa mudah dan menyenangkan.