Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Undang-Undang tentang Provinsi Sumatera Barat (UU Sumbar). UU ini mengatur adat budaya Minangkabau berdasarkan falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). UU tentang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) itu diterbitkan dengan nomor 17 Tahun 2022. UU ini diteken Jokowi pada 25 Juli 2022. Salinan UU ini dipublikasikan dalam situs Kementerian Sekretariat Negara (Setneg).
Seperti kita ketahui, falsafah ABS-SBK merupakan salah satu filosofi hidup yang dipegang dalam masyarakat Minangkabau, yang menjadikan Islam sebagai landasan utama dalam tata pola perilaku dalam nilai-nilai kehidupan. Dengan kata lain, Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah merupakan kerangka kehidupan sosial baik horizontal-vertikal maupun horizontal-horizontal.
Masyarakat Minang merupakan sebuah identitas yang lahir dari sebuah kesadaran sejarah dan pergumulan tentang perjuangan dan hidup. Masuknya agama Islam dan berpadu dengan adat istiadat melahirkan kesepakatan luhur. Bahwa seluruh alam semesta merupakan ciptaan Allah SWT dan menjadi ayat-ayat dengan tanda-tanda kebesaranNya, memaknai eksistensi manusia sebagai khalifatullah di dunia.
Akidah tauhid sebagai ajaran islam dipupuk mulai baso-basi atau budi dalam tata pergaulan dirumah tangga dan di tengah masyaratakat. Inilah masyarakat Minangkabau menyikapi cara mereka melihat sistim nilai etika, norma hukum dan sumber harapan sosial yang mempengaruhi perilaku ideal dari individu dan masyarakat serta melihat alam perubahan yang lahir dari lubuk yang berbeda, antara adat dan islam.
ABS SBK ini pun terpatri menjadi landasan serta pandangan hidup orang Minangkabau. Manusia akan dapat mengambil iktibar atau pelajaran yang berharga untuk kehidupan bersama.
Dilansir dari detikcom, perihal falsafah ABS-SBK itu diatur dalam Pasal 5 huruf c. Berikut bunyinya:
Adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.
Dalam bab ‘Penjelasan’, dijelaskan maksud pasal tersebut. Bahwa falsafah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu juga dijelaskan perihal pengertian adat salingka nagari.
Berikut bunyi penjelasan Pasal 5 c:
Pelaksanaan nilai falsafah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan “adat salingka nagari” adalah adat yang berlaku dalam suatu nagari sesuai dengan prinsip adat yang berlaku secara umum dan diwarisi secara turun-temurun di Minangkabau, serta menjadi sarana mediasi bagi penyelesaian permasalahan warga adat di nagari tersebut.
UU ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa pemberian otonomi daerah harus memperhatikan potensi daerah dalam berbagai bidang, termasuk kekayaan budaya dan kearifan lokal. Dijelaskan juga bahwa pemberian daerah otonom merupakan upaya mempercepat terwujudnya tujuan bernegara.
“Melalui daerah otonom, pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintahannya untuk dikelola oleh daerah otonom sehingga membantu mempercepat terdistribusinya hak-hak publik bagi masyarakat di daerah,” demikian bunyi bagian Umum di bab ‘Penjelasan’.
Sebelumnya, ahli hukum tata negara Agus Riewanto menyatakan UU Sumbar bukan peluang membuat perda syariah, meski UU Sumbar mengakui berbagai asas dan falsafah religius Sumbar. “UU ini memastikan Sumbar punya UU sendiri, terpisah dari Riau dan Jambi,” kata Agus Riewanto saat dihubungi detikcom, Kamis (14/7).
“Adanya prinsip ABS-SBK itu memang mencerminkan karakter masyarakat Sumbar. Hanya perlu diwaspadai kelak akan munculnya ruang keistimewaan dan penerapan perda-perda syariah di kabupaten/kota Sumbar yang bertentangan dengan prinsip Pancasila dan NKRI,” ujar dosen UNS Solo itu.