Tari Piring Lampu Togok merupakan tari tradisi yang tumbuh dan berkembang di Kanagarian Gurun Bagan, Lubuk Sikarah, Kota Solok. Tari tersebut adalah peninggalan yang diwariskan oleh nenek moyang yang sampai saat sekarang ini masih ada yang belajar Tari Lampu Togok di masyarakat Gurun Bagan kelurahan VI Suku, tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Tarian ini bukan hanya sekadar pertunjukan, melainkan juga sebuah representasi budaya, sejarah, dan spiritualitas masyarakat yang melahirkannya. Mari kita telaah lebih dalam tentang keunikan dan daya tarik Tari Piring Lampu Togok.
Meskipun tidak sepopuler Tari Piring, Tari Piring Lampu Togok juga memiliki akar budaya yang kuat di daerah Minangkabau. Informasi spesifik mengenai asal-usulnya mungkin bervariasi antar daerah, namun esensi dari tarian ini seringkali terkait dengan ungkapan rasa syukur atas hasil panen, ritual adat, atau bahkan sebagai hiburan dalam upacara-upacara penting.
Penggunaan piring sebagai properti utama dalam tarian ini melambangkan kehati-hatian, keseimbangan, dan keindahan. Penari dituntut untuk menjaga piring tetap berada di telapak tangan mereka tanpa terjatuh, bahkan saat melakukan gerakan-gerakan yang lincah dan dinamis. Penambahan lampu togok atau obor yang menyala di atas piring menambah dimensi visual yang dramatis dan simbolis. Cahaya yang menari-nari di atas piring dapat diinterpretasikan sebagai penerangan spiritual, semangat hidup, atau bahkan representasi dari elemen alam.
Menurut Elvi Wirman Datuak Malano Sati Tuan Malin Muhammad menyatakan bahwa Tari Piring Lampu Togok ini telah lama dimiliki oleh masyarakat Gurun Bagan sehingga pewarisnya yang dahulu pun sudah banyak mengalami pergantian, tetapi tari tersebut tetap diwariskan secara turun temurun.
Gerakan yang diciptakan tersebut adalah gerakan Alang Babega dan Langkah Simpia yang di ambil dari gerakan legaran dalam kesenian Randai. Gerakan berikutnya adalah gerakan Ramo-ramo Bagaluik dan Tupai Bagaluik, gerakan ini diciptakan karena dilihat dari perilaku dan gerakan Ramo-ramo dan Tupai yang sedang bagaluik (kupu-kupu dan Tupai yang sedang bermain) yang riang dan 63 ceria, sehingga pada saat tari Piring Lampu Togok ditarikan, dan terlihat gerakan kegembiraan dan keceriaan penari saat memainkan piring yang ditampilkan pada tari Piring Lampu Togok ini.
Untuk memainkan tari Piring Lampu Togok ini dibutuhkan keseimbangan tubuh yaitu tangan, kaki, kepala dan badan dikarenakan keseimbangan pada saat memainkan piring dengan adanya lampu togok yang diletakkan diatas kepala penari, Saparudin Gindo Basa.
Tari Piring Lampu Togok ini ada sejak tahun 1956, karena pada tahun itu masyarakat Nagari Gurun Bagan menciptakan tarian dalam bentuk gerakan tari randai yaitu gerakan-gerakan yang terdapat pada gerakan legaran yang terdapat dalam kesenian randai dan juga gerakan-gerakan yang dilihat dari perilaku hewan yaitu Ramo-ramo (kupu-kupu dan tupai yang bermain) dengan riang dan gembira, kemudian dirubah dalam bentuk tari dan dirangkai menjadi gerakan tari sehingga terbentuklah Tari Piring Lampu Togok, karena Randai adalah kesenian Minangkabau yang dari dahulu hingga sekarang masih ada ditampilkan oleh masyarakat Minang itu sendiri, Saparudin Gindo Basa.
Terancam punah Piring adalah alat yang digunakan pada saat menarikan tarian ini yang menciptakan suasana kemakmuran, kekompakan, kesatuan dan kesenangan pada saat memanen padi, karena pada saat piring dimainkan dan diujung jari tengah dipasang kulit damar yang telah dilubangkan yang akan menghasilkan bunyi, dan kemudian mengeluarkan bunyi yang menimbulkan suasana kegembiraan.
Lampu togok sendiri merupakan alat yang digunakan sebagai penerangan bagi masyarakat setempat pada saat penjajahan Belanda, sedangkan piring dan lampu togok pun dijadikan properti dalam tari ini, yang kemudian terbentuklah Tari Piring Lampu Togok. Dan dari dulu hingga saat ini gerakan yang digunakan dalam tari Piring Lampu Togok ini masih dilakukan dengan gerakan-gerakan yang sama, gerakan Alang Babega, Langkah Simpia, Ramo- ramo dan Tupai Bagaluik.
Begitu pula dengan gerak, musik, busana dan tata rias serta properti yang terdapat dalam Tari Piring Lampu Togok ini belum ada mengalami perubahan. Alat musik yang digunakan sampai saat ini masih sama yaitu, pupuik batang padi, sarunai, talempong, gandang, dan tabuah. Begitu juga dengan properti yang digunakan dalam tarian ini yaitu, piring dan lampu togok.
Busana dalam tari piring lampu togok ini menggunakan kopiah , baju hitam guntiang cino, sesampiang beserta kain, dan galembong. Tempat melakukan tari pada Tari Piring Lampu Togok ini ditampilkan di sasaran atau balai basuo yaitu dimana sebuah tempat pertemuan dan juga tempat untuk menampilkan kesenian yang ada di masyarakat Gurun Bagan itu sendiri.
Desain lantai yang digunakan dalam tari piring lampu togok ini adalalah garis lengkung dan garis lurus. Pada awalnya Tari Piring Lampu Togok ini berfungsi sebagai tarian hiburan yang dilakukan setelah melakukan panen padi dan Batagak Penghulu. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, tari ini ditampilkan untuk upacara perhelatan anak nagari dan pada acara hiburan rakyat lainnya seperti festival-festival tari tradisi.
Keunikan dan keindahan Tari Piring Lampu Togok memiliki potensi besar untuk menarik wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Pertunjukan tarian ini dapat menjadi daya tarik utama dalam paket wisata budaya, memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi para pengunjung. Selain itu, keberadaan tarian ini juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif melalui pengembangan produk-produk kerajinan terkait, pelatihan tari, dan penyelenggaraan pertunjukan.