Bagi yang pernah berkunjung ke Kabupaten Solok Sumatera Barat, mungkin tidak asing dengan destinasti wisata danau kembar. Lokasi danau di atas dan danau di bawah ini sangat berdekatan. Letaknya ada di Kecamatan Lembang Jaya dan Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari pusat kota Padang atau sekitar 50 kilometer dari pusat kota Solok.
Banyak wisatawan menyebutnya sebagai danau kembar karena panorama yang dihadirkan sama. Dibalik keindahannya, ada legenda danau kembar yang membuat banyak orang penasaran. Ada yang tahu tentang legenda tersebut? Yuk kita kupas bagaimana legenda danau kembar ini sebenarnya.
Ada sebuah cerita yang turun temurun dan dipercayai masyarakat disana, dulu hiduplah seorang nenek tua bernama Niniak Gadang Bahan, sehari-hari ia bekerja sebagai pembuat papan atau tonggak. Niniak ini sangat unik, badannya besar tinggi dan ketika bekerja ia selalu membawa kapak sebesar sebesar Nyiru (tempat menempis beras). Meski sudah tua, dengan kapaknya ia bisa menebang pohon dengan sekali tebasan. Jika ia berjalan tanah di sekitarnya ikut bergetar.
Keunikan lain dari Niniak ini adalah makannya hanya sekali seminggu. Namun sekali makan ia bisa menghabiskan 1 gantang. Untuk mendapatkan kayu/papan yang bagus dia harus naik gunung/hutan. Setelah beberapa hari dalam hutan dia akan pulang dengan membawa beberapa helai papan/tonggak yang telah jadi dan membawa ke pasar untuk di jual. Dari hasil penjualan papan/tonggak inilah dia menghidupkan keluarganya.
Di ujung kampungnya, juga hidup seorang nenek tua yang hidup sebatang kara. Suatu waktu ketika Niniak lewat, sang nenek sempoyongan karena kesusahan berjalan. Beruntung Niniak segera menangkapnya agar tidak terjatuh. Ternyata sang nenek gemetar saat mendengar langkah kaki Niniak. Sang nenek lantas berterima kasih dan bertanya kemana gerangan Niniak akan pergi pagi-pagi sekali.
Niniak menjawab bahwa ia akan mencari kayu bakar ke dalam hutan. Seketika wajah sang nenek berubah, karena tiga hari ini ia mendengar suara dengkuran dari dalam hutan saat malam datang. Sang nenek meminta Niniak untuk mengurungkan niatnya. Bukannya takut, Niniak justru meminta sang nenek untuk tidak khawatir. Ia lantas berterima kasih atas nasehat sang nenek dan melanjutkan perjalanan memasuki hutan. Semakin jauh memasuki hutan, Niniak semakin memikirkan apa yang telah dikatakan sang nenek. Terlebih sepanjang jalur yang biasa ia lewati terdapat pemandangan yang ganjil. Tak seperti biasa, banyak pohon tumbang dan dahan yang berserakan. Dalam hati, Niniak bertanya-tanya apakah benar perkataan sang nenek tadi. Ia lantas menggenggam kapaknya, sambil berjingkat untuk segera kembali ke kampungnya. Namun baru beberapa langkah, seekor naga yang besar menghadang di depannya. Niniak mencoba tenang, dan mengajak sang naga berbicara. “Mohon izin, naga yang baik. Aku hendak kembali ke kampungku,” ujarnya.
Namun naga itu terlihat marah, Niniak bahkan disemburnya dengan api. “Kau mengganggu daerah kekuasaanku, semua yang masuk hutan ini akan aku hanguskan,” kata sang naga. Niniak tak gentar dan tetap tenang. “Wahai naga, aku hanya ingin lewat. Sesampainya di kampung pasti akan kuberi tahu semua orang agar tak mengganggu hutan kekuasaanmu,” katanya lagi. Namun ternyata naga itu tak punya niat baik, dan terus berusaha menyemburkan api ke arah Niniak sampai-sampai sepatuh hutan mulai terbakar.
Taktik Niniak Mengalahkan Naga


Akhirnya Niniak mulai berpikir keras bagaimana mengalahkan naga yang besar. Ia harus cepat sebelum hutan benar-benar habis karena ulah sang naga. “Naga yang lapar, jangan buang tenagamu. Aku tahu caranya agar perutmu tetap kenyang dan bisa bertempur dengan kekuatan penuh,”kata Niniak.
Sang naga tertarik dengan perkataan itu dan mulai mendengarkan. Dipasangnya telinga lebar-lebar menunggu perkataan Niniak. “Di ujung barat hutan ada lembah berisi hewan ternak yang gemuk-gemuk. Engkau bisa pergi ke sana dan makan sepuasnya. Setelah engkau cukup kenyang, kita bisa bertarung kembali,” ujarnya.
Sang naga mengikuti perkataan Niniak dan segera pergi ke lembah tersebut karena merasa sangat lapar. Namun karena terlalu sore, sang naga hanya menemukan seekor sapi saja di lembah itu. Ternyata para penggembala sudah lebih dulu membawa pulang hewan-hewan ternak mereka sebelu matahari terbenam. Sontak sang naga yang merasa dibohongi kembali dipenuhi amarah. Di tempat lain, Niniak bergegas memadamkan api di hutan dan kembali ke kampung. Ia memberitahu semua orang tentang keberadaan naga yang jahat. Inyik Gadang Bahan meminta warga tak menyalakan penerang pada malam hari. Kemudian jika sang naga datang, semua warga harus menyelamatkan diri ke dalam gua di kaki bukit yang ada di ujung kampung.
Malam pun tiba dan sang naga mulai terlihat terbang di sekitar kampung. Karena gelap, sang naga tak melihat keberadaan kampung itu. Naga yang marah menyemburkan api ke berbagai arah. Akhirnya terlihat atap perkampungan yang ia cari sedari tadi. “Wahai warga kampung, terimalah nasibmu untuk menjadi santapanku!” kata naga sambil terbang ke arah kampung. Niniak yang melihat hal itu segera memberi tanda. Kentongan pun dibunyikan agar warga bergegas menyelamatkan diri. Sementara sang naga mulai menyemburkan api dan menghancurkan perkampungan. Warga kampung yang melihatnya menjerit-jerit dan menangis, terutama wanita dan anak-anak yang ketakutan.
Akhirnya Niniak memutuskan untuk memancing sang naga beranjak dari kampung. Ia menantang sang naga untuk mengejarnya ke lembah tempat padang penggembalaan. Sang naga yang diliputi amarah mengejarnya sambil terus menyemburkan api. Sampai di lembah, Niniak mendapat celah dan berhasil menebaskan kapak ke ekor sang naga. Hal itu membuat Niniak makin bersemangat untuk mengalahkan sang Naga. Saat sang naga lengah, akhirnya ia bisa menebaskan kapaknya ke bagian tubuhnya. Sang naga pun bisa dikalahkan.
Naga kehabisan darah karena sabetan beliaung Niniak Gadang Bahan. Kepala Naga Nyaris putus, darah mengalir dengan deras. Angku Niniak Gadang Bahan menarik naga itu dan melempar dengan sekuat tenaga dan sampai ke sebuah lembah.
Setelah berlangsung beberapa lama Angku Niniak Gadang Bahan mendatangi lembah tempat naga dilemparkan. Ternyata Niniak kaget, naga tersebut ternyata tidak mati, dia malah melambangkan badannya dengan posisi membentuk angka delapan, darah dari kepala ular tetap mengalir sehingga memerahkan daerah tersebut.
Tapi apa yang terjadi, lama-lama badan ular ini mulai tertimbun oleh tanah, dan diantara dua lingkaran ular itu tergenanglah air yang membentuk dua danau kecil. Lama kelamaan danau ini terus semakin besar, sehingga terbentuklah dua bawah Danau yang besar dan indah.
Menurut cerita yang diterima itupulalah terbentuk dua nama daerah. Pertama adalah Lembah Gumanti, yang berasal dari kata “lembah nago nan mati” yaitu sekarang menjadi nama Kecamatan dari tempat kedua Danau ini. Kemudian ada juga yang mengartikan “Lembah Nago nan Sakti”.
Yang kedua adalah sebuah daerah yang bernama “Aia Sirah” (Air Merah). Di daerah ini terkenal dengan airnya yang merah. Konon ceritanya penyebab dari air di daerah itu merah adalah darah yang terus keluar dari kepala naga, karena sampai sekarang Naga tersebut masih hidup dan masih mengeluarkan darah.
Cerita tidak sampai di situ, ketika naga menyerahkan diri. Ia melakukan perjanjian dengan Niniak, jika dalam setahun sekali ia meminta tumbal tapi bukan dari keluarga Niniak. Oleh karena itu, jika setahun sekali ada yang tenggelam di danau kembar. Itu merupakan bentuk tumbal yang diminta si naga, dan masyarakat pun mempercayainya.