Tradisi Unik di Minangkabau, Gadai Anak Jika Mirip Orang Tuanya

Tradisi Unik di Minangkabau, Gadai Anak Jika Mirip Orang Tuanya

Layaknya suku-suku di Tanah Air, suku Minangkabau memiliki beragam tradisi yang unik. Tradisi itu merupakan adat sebagai bagian kehidupan suku Minangkabau. Salah satunya anak digadai jika memiliki kemiripan dengan orang tuanya. Lantas seperti apa sebenarnya gadai anak ini? Apakah sama dengan menggadaikan barang pada umumnya?

Sebenarnya istilah “Digadai” di sini hanya sebuah simbolis, dan tidak benar-benar digadai atau dijual. Tradisi ini sering kali di temukan di beberapa daerah, baik di pesisir selatan, Pariaman, Agam dan daerah lainnya. Tradisi ini dilaksanakan jika ada kemiripan raut wajah antara anak laki laki dengan ayah ataupun anak perempuan dengan ibunya.

Menurut kepercayaan masyarakat Minang, dengan alasan kemiripan tersebut  mertua taupun orang tua akan menganjurkan agar menggadaikan anak kepada salah satu ”bako” (saudari perempuan atau karib kerabat dari pihak suami – red).

Hal ini bertujuan untuk menghindari petaka, seperti ketidakharmonisan hubungan mereka, sakit-sakitan atau malah meninggal salah satunya. Budaya turun temurun ini juga belum diketahui catatan sejarahnya. Hanya saja, budayanya terus berlangsung dari oang tua dan mertua hingga sekarang ini.

Proses Gadai Anak

Seperti dilansir dari Covesia.com, anak yang digadaikan ini biasanya ketika mulai berhenti menyusu 2 sekitar umur 2 tahun. Proses penggadai diawali dengan orang tua kandung mendatangi calon orang tua gadai, kemudian secara simbolis anak ditukarkan dengan sejumlah uang, beras, baju atau benda benda lainnya.

Meski sudah digadaikan, hak asuh anak tetap berada pada orang tua kandungnya. Proses gadai tetap wajib ditebus kembali saat anak sudah dewasa atau biasanya saat akan khitan atau menikah.

Di kabupaten Agam sendiri ada sesuatu yang unik saat prosesi menebus gadaian kala anak akan menikah, di mana orang tua kandung sang anak akan datang ke rumah orang tua pemberi gadai dengan menjujung (Jamba) dan setelah makan bersama barulah anak ditebus kembali.

Meski sudah ditebus, bagi sang anak, si pemberi gadai ini akan menjadi orang tua angkat. Silaturahmi antara keduanya harus tetap terjalin bahkan  tidak jarang akhirnya orang tua gadai ini menjadi mertuanya.

Related Posts

Leave a Reply