Marawa Jadi Perlambang Tiga Luhak di Minangkabau

Marawa Jadi Perlambang Tiga Luhak di Minangkabau

SARIBUNDO.BIZ – Dalam acara batagak penghulu atau pun acara baralek sering dijumpai kain dengan warna layaknya ben­dera Negara Jerman. Di Minangkabau di­ke­nal dengan sebutan marawa dan mempunyai makna tersendiri.

Ketua Lembaga Kerapa­tan Adat Alam Minang­kabau (LKAAM) Sumbar, M Sayuti Dt Rajo Panghulu menyebutkan, pemakaian marawa dahulunya menjadi penanda alek suatu daerah di Minangkabau. Makna yang tersimpan dalam helai kain itu dapat dipahami seagai acuan daerah.

“Marawa di Minang­kabau ada dua jenis. Yaitu marawa adat dan marawa luhak. Keduanya memiliki urutan dan makna yang berbeda,” kata M Sayuti kepada Haluan Kamis (11/2) malam di Padang.

Ketika susunan warna ini akan menjadi pem­be­lajar­an untuk generasi be­ri­kutnya. Akan tetapi ketika warna tersebut diletakkan tanpa makna hanya akan membentuk kebodohan.

“Kalau untuk pem­bodo­han LKAAM tidak ikut. Karena LKAAM siap untuk konsultasi masalah makna ini,” ujarnya.

Dikatakan M Sayuti, da­hulu ketika orang Lima­puluh Kota mengadakan alek itu susunan mara­wanya, kuning, merah dan hitam. “Jadi, kalau warna hitam di luar sudah bisa dipastikan itu orang Limapuluh Kota,” terangnya.

Marawa Minangkabau

Begitu juga dengan ora­ng Tanah Datar, susunan marawanya juga berbeda dimana hitam, merah dan kuning. Untuk orang Agam biasanya hitam, kuning dan merah. “Tidak perlu lagi ada tanda selamat datang, ka­rena dengan melihat mara­wa sudah bisa menentukan wilayahnya,” terangnya.

Dalam lambang adat mi­sal­nya, urutan yang benar itu hitam paling bawah, di­ikuti kuning, putih dan tera­khir merah. Ini ber­makna, hitam me­lam­bang­kan peng­hulu, kuning me­lam­bangkan manti, putih melambangkan malin dan merah me­lam­bangkan dubalang.

“Sementara yang ada saat ini, paling bawah itu merah, kemudian kuning dan di atas hitam. Ini tentu­nya sudah salah,” paparnya.

“Hitam melambangkan luhak Limapuluh Kota, me­rah berarti Luhak Agam dan warna Kuning melam­bang­kan Luhak Tanah Datar,” jelasnya.

Dilanjutkan M Sayuti, bahwa pemakaian lambang warna yang berupa lambang adat itu berasal dari pemikir terdahulu seperti Tan Ma­laka dan M. Yamin. Semen­tara untuk lambang alam atau lambang luhak itu bersumber dari Tambo Al­am Minangkabau.

“Kalau kita sebagai ge­ne­rasi saat ini malah me­nging­kari penggunaan lam­bang ini itu sama saja tidak menghargai tetua terdahulu, artinya telah durhaka deng­an warisan nenek moyang,” katanya. sumber

Related Posts

Leave a Reply