Tring, tring. Tring, tring. Bunyi cincin penari beradu dengan piring yang ada di telapak tangannya. Salah satu kesenian budaya masyarakat Minangkabau adalah Tari Piring. Para penari akan melenggak-lenggok dengan piring di atas kedua tangannya. Filosofi tari piring ini ternyata bisa menjadi bahan pelajaran hidup bagi kita.
Tarian ini telah ada melampaui sejarah bangsa. Sejak zaman penjajahan, bahkan sejak masa kerajaan ia telah eksis, dan selalu dipersembahkan di acara-acara adat baik formal maupun non-formal masyarakat Minang.
Filosofi tari piring bermakna sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan YME karena semua karunia dan rezeki yang telah dilimpahkan ke masyarakat Minangkabau. Dulunya bahkan ada sesajen yang akan dipersembahkan kepada para dewa pada saat tarian ini berlangsung. Tentu saja itu di masa sebelum Islam masuk ke Ranah Minang.
Setelah kedatangan Islam, tari piring hanya difungsikan sebagai hiburan rakyat. Namun secara makna, masyarakat menilai tari piring juga bermakna keharmonisan saat masyarakat Minangkabau memilih berumah tangga.
Dulunya tarian ini berasal dari daerah Solok, namun seiring berjalannya waktu, tarian ini bisa dijumpai di seluruh daerah Sumatera Barat, terutama saat acara resmi berlangsung.


Keunikan Tari Piring
- Media utama berupa piring
- Gerakan mengayun
- Salah satu keunikan tari piring ini adalah adanya mengayun piring para penari. Seakan melawan gravitasi, piring yang seharusnya terjatuh, tetap melekat di telapak tangan penari, meski posisi punggung tangan di atas dan piring menghadap ke bawah
- Dentingan cincin
- Selama tarian kita akan mendengar bunyi dentingan cincin yang beradu dengan piring milik penari. Suara dentingan ini menambah kesyahduan gerak tari yang unik tadi.
- Penari berpasangan
- Tari piring tidak hanya dilakukan oleh wanita, namun juga pria. Pakaian tradisional yang dikenakan agak berbeda, namun sepadan atau seragam.
- Pakain cenderung tertutup
- Pakaian tradisional yang dikenakan para penari cenderung menutup aurat. Agak berbeda dengan beberapa tarian dari daerah lain yang kurang memperhatikan tertutupnya aurat terutama bagi penari wanita. Mungkin hal ini juga ada setelah Islam masuk ke Minangkabau.