Sudah bukan rahasia umum lagi, kalau masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat) sangat kental dengan budayanya. Tak hanya budaya, masyarakat minang kehidupannya juga diatur oleh adat yang kuat hubungan dengan agama. Seperti pepatah minang ‘Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah’ yang artinya mengatur bahwa seluruh adat yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau harus ‘bersendikan’ kepada syariat Islam, yang pada gilirannya didasarkan pada al-Quran dan Sunnah. Masyarakat Minangkabau percaya kehidupan akan tertata jika adat dan agama berdampingan. Oleh karena itu setiap tradisi yang ada tetap dijalankan dan dilestarikan. Berikut tradisi unik masyarakat Minangkabau yang melegenda hingga sekarang.
1. Batagak Penghulu
Masyarakat Minangkabau hidup dalam budaya bersuku dan berkaum, setiap suku memiliki seorang penghulu suku atau Datuk atau bisa juga disebut dengan orang yang paling dihormati dan paling berpengaruh dalam mengambil keputusan adat dalam menyelesaikan permasalahan keluarga. Upacara ini merupakan sebuah upacara adat yang sangat besar, karena akan digelar 3 hari hingga satu minggu. Upacara Batagak Pangulu itu merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan untuk mengangkat pimpinan suku atau kaumnya.
Peresmian penghulu tidak dapat dilakukan oleh keluarga yang berkaitan akan tetapi peresmian ini harus berpedoman pada pepatah adat “mangkek rajo, sakoto alam, maangkek penghulu sakoto kaum”. Ada beberapa hal yang harus di perhatikan dalam upacara peresmian, antara lain:
Baniah ialah menentukan calon penghulu baru. Dituah Cilakoy ialah dibicangkan baik buruknya calon dalam sebuah rapat. Panyarahan Baniah yaitu penyerahan calon penghulu baru. Manakok Ari yaitu perencanaan kapan acara peresmiannya dilangsungkan.
Biasanya peresmian penghulu dimulai dengan dengan rapat atau mufakat, setelah itu dibawa ke halaman, maksudnya dibawa masalahnya ke dalam kampung lalu diangkat ke tingkat suku dan akhirnya dibawa ke dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN).
Peresmian pengangkatan penghulu sendiri dilakukan dengan upacara adat, upacara ini dinamakan malewakan gala. Biasanya dihari pertama para tertua menyampaikan pidato, lalu para tertua mesangkan deta dan menyisipkan sebilah keris ke penghulu baru sebagai tanda serah terima jabatan, dan yang terakhir penghulu baru diambil sumpahnya.
2. Balimau
Balimau merupakan tradisi agama Hindu yang kaitannya sangat erat dengan masyarakat Sumatera Barat. Biasanya kegiatan ini dilaksankan oleh masyarakat Minangkabau sebelum datang bulan Ramadhan tujuannya yaitu untuk menyucikan diri lahir dan batin.
Terdapat hal unik dari tradisi Balimau ini, yakni; cara mandinya menggunakan air limau (jeruk nipis). Jeruk nipis dipercaya dapat membasuh kotoran serta keringat yang melekat pada kulit.
Dulu, pemilihan jeruk nipis pada tradisi Balimau adalah sebagai bentuk simbol mandi saat belum tersedianya sabun (warga Minang membersihkan diri dengan jeruk nipis). Dan tentu saja, tempat mandi antara laki-laki dan wanita diharuskan ditempat yang tertutup.
3. Turun Mandi
Upacara Turun Mandi adalah salah satu upacara tradisional masyarakat Minangkabau yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya seorang anak ke dunia, sekaligus memperkanlkan sang bayi kepada masyarakat. Upacara Turun Mandi ini digelar di sungai (batang aia), dengan prosesi arak-arakan. Upacara ini sendiri hanya bisa dilaksanakan di Batang Aia atau Sungai.
Tradisi turun mandi merupakan upacara adat Minang yang dilaksanakan dalam rangka perayaan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT karena telah lahirnya seorang bayi baru kedunia. Tujan dari upacara ini adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat bahwa telah lahir keturunan baru dari sebuah keluarga atau kelompok tertentu. Biasanya upacara dilaksanakan ketika anak sudah menginjak usia 3 bulan.
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam upacara turun mandi, diantaranya:
- Upacara ini harus dilakukan di batang aie (sungai).
- Keluarga bayi menyediakan batiah bareh badulang yakni beras yang digoreng.
- Terdapat sigi kain buruak, obor yang terbuat dari kain koyak (rusak).
- Menyiapkan tampang karamabia tumbuah (bibit kelapa yang siap tanam).
- Menyiapkan tangguak (tangguk).
- Menyiapkan palo nasi (yang telah dilumuri dengan arang dan darah ayam).
4. Makan Bajamba
Makan barapak atau makan bajamba merupakan tradisi makan bersama yang dilakukan pada hari besar Islam, upacara adat dan acara penting lainnya. Tradisi ini dipercaya merupakan bentuk hasil alkuturasi budaya Minang dengan budaya Islam.
Makan Bajamba adalah upacara adat suku Minangkabau, Sumatera Barat yang berupa kegiatan makan bersama di sebuah tempat yang sudah ditentukan.
Tujuan diadakannya kegiatan ini yaitu untuk mendekatkan diri satu sama lain tanpa memandang kelas sosial seseorang. Biasanya upacara ini diadakan secara resmi pada hari libur keagamaan atau ketika ada acara-acara penting lainnya. Upacara Makan Bajamba diperkirakan masuk ke Sumatera Barat bersamaan dengan masuknya Islam ke Ranah Minang pada abad ke-7. Maka tidak heran jika banyak adab dalam Makan Bajamba yang sesuai dengan syariat Islam.
5. Tabuik
Tradisi yang satu ini dilakukan setiap tanggal 10 Muharram di Kota Pariaman. Tabuik sendiri merupakan istilah untuk mengusung jenazah yang dibawa selama prosesi upacara, kemudian dilepaskan kelaut. Dalam tradisi ersebut berlangsung masyarakat menampilkan Pertempuran Karbala, serta memainkan alat musik drum tassa dan dhoi.
6. Upacara Tamaik Kaji
Upacara tamaik kaji (khatam Qur’an) diselanggarakan bila seorang anak yang telah mengaji di pondok sebelumnya sudah tamat membaca al-Qur’an. Acara ini diadakan di rumah ibu si anak atau juga bisa di pondok tempat si anak mengaji, setelah itu si anak akan suruh mengaji dihadapan seluruh orang yang hadir, dan dilanjutkan dengan acara makan bersama.
7. Batagak Rumah
Batagak Rumah merupakan upacara adat suku Minangkabau yang dilakukan ketika akan mendirikan rumah Gadang. Rumah Gadang sendiri adalah rumah adat khas Sumatera Barat. Dalam bahasa Minang, Gadang mempunyai arti “besar” karena pada kenyataannya rumah ini memiliki bentuk seperti badan kapal yang membesar keatas, rumah Gadang juga berjenis rumah panggung, persegi empat.
Semua bagian dalam rumah Gadang adalah ruangan lepas terkecuali kamar tidur. Rumah Gadang sendiri terbagi atas lanjar yang ditandai oleh tiang. Tiang yang berurutan daeri depan ke belakang meandai lanjar, sebaliknya tiang dari ke kanan menandai ruang.
Jumlah lanjar biasanya tergantung pada besar atau kecilnya sebuah rumah, bisa dua, tiga sampai empat. Adapun untuk jumlah ruangannya selalu bersifat ganjil antara tiga sampai sebelas. Lantainya sendiri terbuat dari kayu (papan), badannya terbuat dari papan yang diukir, sedangkan atapnya dari ijuk yang berbentuk gonjong (tanduk kerbau).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam upacara mendirikan rumah Gadang, antara lain:
- Mufakat Awal: dimulai dengan membahas letak rumah,ukuran, serta waktu pengerjaan.
- Maleo Kayu: kegiatan menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan, seperti kayu.
- Mancatak Tiang Tuo: pengerjaan utama dalam pembuatan rumah.
- Batagak Tiang: kegiatan ini dilakukan setelah bahan-sudah siap, yaitu saling bergotong royong dalam menegakkan tiang.
- Manaiakkan Kudo-kudo: melanjutkan pembangunan rumah setelah tiang tiang selesai di ditegakkan.
- Manaiak-i Rumah: acara terakhir dari upacara batagak rumah, yaitu perjamuan sebagai tanda terimakasih pada semua pihak yang sudah membantu dan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.